Khilafah Ahmadiyah dan Kebangsaan
Khilafah
Ahmadiyah dan Tatanan Dunia Baru
Sebuah
catatan buat Peneliti ISAIS UIN Sunan Kalijaga
Atas Buku
Khilafah Ahmadiyah dan Nation State
Oleh
Darisman Broto
Khalifah Jemaat Muslim Ahmadiyah ke-5 Hz.Mirza Masroor Ahmad atba
Dengan
sampul cover berwarna kuning buku berjudul Khilafah Ahmadiyah dan Nation
State hadiah dari teman lama Dr. Munawar Ahmad SS. Al Yogyakarta dosen UIN
Sunan Kalijaga sudah sampai di tangan penulis . Tak lupa penulis ucapkan banyak
terima kasih. Jazakumullah ahsanal Jaza. Semoga menjadi amal jariah.
Buku hasil penelitian
teman-teman ISAIS dengan judul diatas tersebut telah Penulis baca sampai khatam.
Ada beberapa hal yang menurut hemat
Penulis yang perlu mendapat penjelasan tambahan dan kritik di sana-sini agar
lebih lengkap penjelasannya tentang Jemaat Ahmadiyah yang berkait dengan khilafah
Ahmadiyah khususnya dan nizam Ahmadiyah pada umumnya. Dan juga menjadi sebuah
jawaban atas kritik dari beberapa kalangan yang dikutip para penulis di buku
hasil penelitian di Jemaat Ahmadiyah Gondrong , Jemaat Ahmadiyah Manislor dan
Pusat Jemaat Ahmadiyah Kemang, Bogor.
Sumber rujukan cukup berimbang. Dari asal Ahmadiyah dan juga dari sumber yang bersebelahan. Namun terlihat mencari rujukan menggunakan sumber sekunder, padahal para penulis mudah mengakses rujukan primernya. Salah satu contoh menggunakan sumber Iskandar Zulkarnaen tentang wasiat Mirza Ghulam Ahmad as dalam pesannya untuk keberlanjutan Khilafah Ahmadiyah. Padahal buku Al-Wasiat sebagai sumber primer dengan mudah didapatkan di Yogyakarta atau Jemaat Lokal Ahmadiyah.
Ahmad Suhendra pada halaman 84 sampai dengan halaman 87 memaparkan dalil atau dasar landasan khilafah Ahmadiyah pada dua pijakan. Pertama Al Quran Surah An Nur ayat 55 dan dan kedua Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal yang berkaitan dengan periode Khilafah ‘ala minhaj al-nubuwah.
Selain kedua hal itu ada satu hal yang amat penting yang perlu diketahui yang mana juga sudah sedikit disinggung oleh Iskandar Zulkarnaen bahwa Khilafah Ahmadiyah adalah sebuah Wasiat dari Hz Mirza Ghulam Ahmad as.
Sebelum kewafatannya pada 1905 Hz Mirza Ghulam Ahmad as menulis sebuah risalah kecil yang berjudul Al-Wasiat.
Penulisan buku Al-Wasiat ini beliau tulis atas dasar wahyu yang beliau terima yang mana Allah swt mengkhabarkan akan datangnya ajal beliau yang tidak lama lagi. Dan pengkhabaran yang menguatkan hati beliau akan kemajuan dan perkembangan Jemaat Ahmadiyah dimasa mendatang keseluruh bangsa-bangsa di dunia.
Apa yang menjadi landasan Jemaat Ahmadiyah atas keberlanjutan khilafah sepeninggal beliau yang dituliskan pada risalah Al-Wasiat tersebut. Berikut ini Penulis salin tempel kutipan dari Buku Al-Wasiat,
“ Sebab itu , wahai
saudara-saudara ! Karena sejak dahulu begitulah sunnatullah ( adat-kebiasaan
Allah ), bahwa Allah Ta’ala menunjukan dua Kudrat-Nya, supaya diperlihatkan-Nya
bagaimana cara menghapuskan dua kegirangan
yang bukan-bukan dari musuh, maka sekarang tidak mungkin Allah Ta’ala
akan meninggalkan sunnah-Nya yang tidak berobah-robah itu. Maka janganlah kamu
bersedih hati karena uraianku yang aku terangkan di mukamu ini. Jangan
hendaknya hatimu jadi kusut, karena bagimu pula melihat Kudrat yang kedua. Kedatangannya kepadamu adalah membawa
kebaikan, karena Dia selamanya akan tinggal bersama kamu, dan sampai kiamat
silsilahnya tidak akan putus-putus. Kudrat kedua itu tidak dapat datang sebelum aku pergi; akan tetapi bila aku
pergi, maka Tuhan akan mengirimkan Kudrat
Kedua itu kepadamu, yang akan tinggal bersamamu selama-lamanya;
sebagaimana janji Allah Ta’ala dalam “ Brahim Ahmadiyah “. Janji itu bukan
untuk aku, melainkan untuk kamu. Seperti
firman Tuhan : “ Aku Akan memberi kepada Jemaat ini. Yaitu pengikut-pengikut
engkau kemenangan diatas golongan-golongan lain sampai kiamat. “
Dari itu mestilah datang
kepadamu hari perpisahanku, supaya sesudah itu baru datang hari yang jadi hari
perjanjian kekal. Tuhan kita adalah Tuhan yang menepati janji, setia dan benar.
Dia akan memperlihatkan kepadamu segala apa yang sudah dijanjikan-Nya. Meskipun
masa ini adalah masa-akhir dunia serta banyak malapetaka akan tiba, tetapi
mestilah dunia akan tetap berdiri sebelum segala hal yang dikhabarkan Tuhan itu
terjadi semuanya. Aku lahir sebagai suatu Kudrat dari Tuhan. Aku adalah Kudrat
Tuhan yang berjasad. Kemudian sesudah aku ada lagi beberapa wujud yang jadi
mazhar – cerminan atau tempat zahir – Kudrat Kedua.
Sebab itu senantiasalah kamu
berhimpun sambil mendo’a, menanti Kudrat Tuhan yang kedua itu. “
Inilah dasar pijakan Jemaat
Ahmadiyah yang mana Kudrat Kedua ditafsirkan sebagai suatu perwujudan Khilafah
Ahmadiyah sebagai misi berkelanjutan dakwah Hz Mirza Ghulam Ahmad as.
Dalam buku itu pula Hz Mirza Ghulam
Ahmad as menuliskan tentang sebuah
Kasyaf yang diperlihatkan sebidang tanah oleh malaikat sebagai tempat pekuburan
beliau nantinya. Dan diperlihatkan pula
sebuah Tempat yang dinamai “ Behisyti Maqbarah “ ( Pekuburan Ahli Sorga ).
Dikemudian
hari beliau menghibahkan sebidang tanah yang mana tanah itu diperuntukan
sebagai Kawasan Pekuburan “ Mehisyti Maqbarah “ dan perluasannya dari sumbangan
para anggota Jamaah beliau yang mendermakan sebagian hartanya selepas wafatnya.
Orang-orang atau Ahmadi yang hendak dimakamkan di pekuburan para “ Suhada “ Behisyti Maqbarah ini diperlukan beberapa persyaratan.
Pertama, dia harus memberikan sumbangan untuk keperluan-keperluan pengembangan kawasan pemakaman tadi.
Kedua, dia harus berjanji akan memberikan sebagian hartanya sebesar 1/10 sampai dengan 1/3 dari hartanya setelah kewafatannya. Dan perjanjian itu sebagai sebuah Wasiat yang ditulis dan ada satu Badan atau Anjuman yang mengurusnya. Dana dari Wasiat ini nantinya akan dipergunakan untuk dakwah Islam, mencetak Al Quran dan penyebaran agama Islam sesuai dengan petunjuk Anjuman.
Selain untuk keperluan dakwah Islam, dana yang terkumpul dari Al-Wasiat juga untuk kebutuhan sosial dan kemanusiaan. Seperti untuk anak-anak Yatim, orang Miskin dan orang-orang yang baru masuk Islam yang tidak mempunyai pencaharian cukup. Diperbolehkan pula harta ini untuk pengembangan dijalankan perniagaan.
Ketiga , orang yang tidak mempunyai harta tapi dia terbukti sebagai orang yang mutaki dan selalu mewakafkan dirinya berjuang untuk agama, maka dia layak juga dimakamkan dalam pekuburan ini.
Inilah pangkal perbedaan Jemaat Ahmadiyah dengan Gerakan Ahmadiyah Lahore. Jemaat Ahmadiyah menafsirkan Ahmadiyah mesti dilanjutkan oleh “ Kudrat Kedua “ yang diartikan sebagai Khilafah. Ahmadiyah Lahore menterjemahkan dengan sebuah Badan atau Anjuman yang dibentuk selepas wafatnya Hz Mirza Ghulam Ahmad as sebagai kelanjutan dakwah Islam Ahmadiyah. Dan pada sejarahnya saudara-sauadara Ahmadi yang tokohnya Maulana Muhammad Ali dan Khawaja Kamaluddin ikut serta dalam kepemimpinan Khalifah pertama Hz Alhajj Hakim Nuruddin ra.
Berpisahnya saudara-saudara dari Ahmadiyah Lahore dimasa Khalifah Ahmadiyah kedua Hz Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad ra.
Fokus perdebatannya pada tema, apakah Al-Wasiat Hz Mirza Ghulam Ahmad as itu petunjuk Al Quran Surah Al Baqarah 181 ( ayat dengan Bismillah ) atau suatu hal yang berdiri sendiri dari wahyu yang diterima Hz Mirza Ghulam Ahmad as ?
Penulis berkeyakinan Al-Wasiat itu berdiri sendiri, beda dengan QS. Al Baqarah 181, dengan alasan ada perbedaan yang mendasar. Pertama, seseorang musti mempunyai banyak harta yang ditinggalkannya. Kedua, dia berwasiat musti menjelang ajalnya tiba atau sudah uzur. Dan yang ketiga berwasiat kepada kedua orang tua dan kerabat. Dan dari bacaan penulis dalam buku Al-Wasiat itu tidak sedikit pun menyinggung ayat 181 surah Al Baqarah.
Sedangkan Al-Wasiat yang dicanangkan Hz Mirza Ghulam Ahmad as tidak dibutuhkan banyaknya harta. Bahkan seorang yang masih muda dan masih sehat wal afiat dianjurkan mengikuti silsilah Al-Wasiat, seperti pelajar dan mahasiswa. Dan Wasiat sang musi/musiah ditujukan kepada suatu Badan atau Anjuman Ahmadiyah.
Lain halnya dengan pendapat Bapak Suparno. Menurutnya tidak disinggung dalam Buku Al-Wasiat itu dengan ayat 181 surah Al Baqarah karena Hz Mirza Ghulam Ahmad as sudah menganggap mahfum kepada kalayak yang disampaikan mengenai hukum fiqih Wasiat. Dan sebagai Almasih Akhir Zaman Hz Mirza Ghulam Ahmad as tidak akan membuat syariat baru. Apakah suatu perbedaan itu, misal adanya Hissa Amad dan Candah Jaidad itu merupakan suatu Ijtihad. Dalam Fikih Klasik Wasiat tidak dikenal dengan namanya Hissa Amad apalagi Candah Jaidad yang dicicil dan dibayarkan ketika musi/musiah masih hidup. Hal ini menjadi suatu PR bagi pengurus Al-Wasiat untuk menjawabnya dan bagi peneliti ISAIS sebagai pertanyaan pada penelitian selanjutnya.
Mengapa ada suatu perbedaan yang mendasar antara Al-Wasiat yang diterapkan oleh Jemaah Ahmadiyah terutama ketika dicanangkannya pertama kali oleh Hz Mirza Ghulam Ahmad as dengan peraturan yang dibuat kemudian. Al-Wasiat yang dicanangkan oleh Hz Mirza Ghulam Ahmad as nampaknya memang benar apa kata Bapak Suparno yaitu yang dituntut adalah sebagian harta pewasiat ketika ajalnya sudah tiba.
Sedangkan dikemudian hari ada suatu aturan yang diperbolehkan pewasiat ( musi/musiah ) membayar Jaidad sebagian harta yang diwasiatkan dibayarkan ketika pewasiat masih hidup dengan membayarnya secara dicicil.
Bapak Suparno juga memberikan sebuah riwayat di zaman Nabi Muhammad SAW adalah sahabat yang mempunyai kekayaan 100 ekor kuda atau Unta tapi ketika mau berwasiat ditolak oleh Rasulullah SAW dengan alasan kekayaannya belum mencukupi. Dan kisah yang meriwayatkan Saad bin Abi Waqas ra juga yang akan mewasiatkan separo dari hartanya ditolak oleh Rasulullah SAW, dan sepertiga adalah batas maksimal. Karena akan lebih baik meninggalkan harta yang cukup untuk para ahli waris. Jangan sampai ketika seseorang berwasiat dengan menyerahkan hartanya di jalan Allah tapi keluarga yang ditinggalkan dalam keadaan kekurangan.
Suatu bahan yang menarik untuk dikaji oleh teman-teman ISAIS dan menjadi kewajiban Nizam Al-Wasiat untuk menjelaskannhya.
Tatanan Dunia Baru yang merupakan gagasan kelanjutan misi Al-Wasiat oleh Khalifah Ahmadiyah ke-2 juga hal yang penting patut disimak oleh teman-teman ISAIS.
Bagaimana nizam Al-Wasiat sebagai gagasan Tatanan Dunia Baru yang dicanangkan Khalifah ke-2 Ahmadiyah yang akan menjadi Ibu untuk anak-anak, menjadi Bapak bagi para pemuda , dan menjadi pelindung bagi kaum wanita. Bagaimana pencapaian dan tingkat perkembangannya di Hari Khilafah Ahmadiyah yang ke-111 ini ?
Topik
selanjutnya yang menjadi sorotan penulis adalah tidak ada suatu pertanyaan yang
digali oleh para peneliti ISAIS tentang hubungan sosial antara anggota Jemaat
Ahmadiyah. Bagaimana jika ada suatu perselisihan atau sengketa antar anggota.
Bagaimana Khilafah Ahmadiyah menyelesaikannya.
Lebih jauh pertanyaan, bagaimana jika terjadi tindak kriminal diantara anggota Ahmadiyah. Pertanyaan ini juga tidak muncul. Apakah diselesaikan secara “ kekeluargaan “ atau diserahkan kepada hukum positif yang berlaku di Indonesia atau masing-masing Negara.
Apakah karena teman-teman peneliti ISAIS berada di lingkungan yang aman dan nyaman di Kampung Gondrong dan Manislor sehingga tidak terlintas dalam benak pikiran teman-teman peneliti ?
Ahmad Suhendra menyalin tempel kutipan Philip K. Hitti di halaman 88. Hitti berpandangan bahwa Khilafah seperti yang dipraktikkan oleh Ahmadiyah merupakan satu bentuk pemahaman yang keliru. Menurutnya, pernyataan khilafah hanya sebagai institusi keagamaan dan mengurusi masalah rohani merupakan hasil analogi salah kaprah terhadap kekuasaan duniawi dan kekuasaan keagamaan ( Hitti, 2005:230 ).
Di dalam Jemaat Ahmadiyah ada suatu lembaga peradilan yang mengurusi masalah-masalah perdata di antara para Ahmadi. Segala perselisihan dan persengketaan diantara anggota sampai menyangkut perceraian dan perselisihan harta gono-gini serta hak-hak waris dapat diselesaikan melalui Badan Peradilan Ahmadiyah bernama Dewan Qadha yang diketuai saat ini oleh Bapak Abdul Musawir SH, seorang ahli hukum Tata Negara. Persengketaan antara anggota yang menyangkut hukum-hukum perdata ini tentu menggunakan kaidah hukum syariat Islam.
Selain pandangan Hitti yang salah juga kerap dalam perdebatan Ahmadiyah dan non-Ahmadiyah muncul pernyataan dari teman-teman non-Ahmadi yang mengatakan Ahmadiyah tak ubahnya sebagai sebuah ormas. Khalifah Ahmadiyah bukan saja mengurusi hal rohani para anggotanya, lain dari itu juga mengurusi hal-hal hubungan sosial dan hukum para anggotanya yang musti diikuti dan ditaati.
Ditilik dari Lembaga Peradilan yang dimiliki Ahmadiyah sudah tentu sangat berbeda. Ormas manakah yang mempunyai Lembaga Peradilan yang mengurusi permasalahan dan perselisihan diantara para anggotanya ?
Dari segi ini
Jemaah Muslim Ahmadiyah yang didirikan oleh Hz Mirza Ghulam Ahmad as yang salah
satu tujuannya menghidupkan agama dan menegakan syariat sudah tercapai dengan
menegakan syariat Islam diinternal anggotanya diseluruh dunia dengan berdirinya
Lembaga Peradilan Dewan Qadha.
Dewan Qadha suatu Lembaga Peradilan diinternal anggota Jemaat Ahmadiyah mempunyai kedudukan yang independen di masing-masing Negara dan dibawah kendali langsung Khalifah Ahmadiyah.
Lalu bagaimana menegakan
hukum-hukum syariat yang berkaitan dengan perkara pidana ?
Kekhilafahan Ahmadiyah adalah bukan suatu bentuk Negara yang mempunyai otoritas suatu penduduk dan batas wilayah. Tetapi Khilafah Ahmadiyah mempunyai otoritas penuh atas kepemimpinan rohani dan keadaan sosial anggota Jamaah di seluruh Negara yang mana terdapat Ahmadiyah. Hal yang berkaitan dengan Hukum Pidana diserahkan kepada masing-masing Negara.
Fenomena gerakan mengusung berdirinya Khilafah di suatu Negara sah-sah saja untuk diwacanakan asal tidak menabrak UU dan konstitusi yang berlaku di Indonesia. Penerapan hukum syariah pun di berbagai daerah di Indonesia sudah mulai diterapkan. Sebagai suatu gerakan yang akan menghidupkan Agama dan menegakan syariat Islam Ahmadiyah mustinya tidak alergi ketika ada UU syariah diundangkan dan diterapkan di suatu daerah.
( Salah satu Persidangan Dewan Qadha )
Justru itu Ahmadiyah harus berperan aktif dalam memberikan sebuah konsep UU Syariah yang cocok dan sesuai dengan muatan local bangsa Indonesia. Ahmadiyah harus menyiapkan kader-kadernya yang ahli dalam bidang Hukum Syariah yang dapat menyusun UU syariah yang akan diterapkan di daerah maupun tingkat Nasional.
Justru itu Ahmadiyah harus berperan aktif dalam memberikan sebuah konsep UU Syariah yang cocok dan sesuai dengan muatan local bangsa Indonesia. Ahmadiyah harus menyiapkan kader-kadernya yang ahli dalam bidang Hukum Syariah yang dapat menyusun UU syariah yang akan diterapkan di daerah maupun tingkat Nasional.
Tentu UU syariah yang dapat diterima semua pihak, yang bukan menjadi suatu ketakutan pihak lain di luar pemeluk agama Islam tetapi rasa takut itu akan digantikan dengan rasa aman. Sebagaimana tujuan Islam itu sendiri yang membawa kedamaian seperti halnya Tuhan menjadikan Khilafah di bumi.
Dengan ahli-ahli Ahmadiyah di bidang Hukum syariah yang berperan aktif ditatanan pemerintahan dan kenegaraan, maka Ahmadiyah akan memberi warna tersendiri dalam hal menghidupkan dan menegakan syariah. Dan juga menjadi jawaban atas pandangan Abdul Majid An-Najjar ( an-Najjar, 1999: 31 ) di halaman 91. Bahwa syariat bukan hanya menyangkut ibadah dan spiritual, melainkan juga masalah tatanan sosial, kebudayaan dan politik kenegaraan.
Abd. Aziz Faiz menulis di halaman 26 dan 27 menulis. “ Warga Ahmadiyah banyak berkiprah mulai bidang birokrat, politik, pengusaha, guru, dosen, hingga atlet.”
Perlu diketahui bahwa selain bidang diatas terdapat juga catatan dari warga Ahmadiyah yang menjadi ilmuan tingkat dunia seperti Professor Dr. Muhammad Abdussalam Ahmadi asal Pakistan, yang pernah meraih Hadiah Nobel dibidang Fisika. Juga Mahersha Ali yang berkiprah dalam dunia akting perfileman yang meraih Piala Oscar. Aktor yang lahir dari keluarga Kristen ini menjadi mualaf dan kini aktif di Jemaat Ahmadiyah Amerika Serikat.
Di dalam Negeri juga tercatat nama-nama artis Ahmadi yang berkiprah di dunia seni peran dan music seperti Edi Brokoli, Rafi Ahmad, Firda Razak dan lain-lain.
( Mahershala Ali peraih Piala Oscar Muslim ( Ahmadi ) pertama )
Mardian
Sulistyati menulis
di halaman 66. Ahmadiyah sudah mendapat aksi penolakan sejak rentang tahun
1950 hingga 1998. “
Seperti yang sudah penulis katakan diatas sayangnya para peneliti ISAIS menggunakan sumber sekunder sehingga tidak bisa menggali fakta lebih mendalam. Jika Mardian Sulistyati menengok Bunga Rampai Sejarah Ahmadiyah Indonesia 1925-2000 yang disusun oleh Doktor Munawar Ahmad S.S tentu mendapat informasi bahwa sejak Tuan Maulana Rahmat Ali HAOT mubaligh asal Hindustan pertama yang menginjakan kakinya di Aceh atau Nusantara sudah mendapat berbagai penolakan dan penentangan. Bukan saja Jemaat Ahmadiyah ( Qadian ), tetapi Gerakan Ahmadiyah Indonesia ( Lahore ) pun demikian di tahun 1925 sudah mendapat penolakan.
Di masa pemerintahan Presiden Sukarno mubaligh Ahmadiyah tercatat dalam sejarah mengalami kedekatan. Sehingga pernah dimuat di suatu surat kabar bahwa Sukarno sudah menjadi Propagandis Ahmadiyah. Di masa Presiden Abdurraman Wahid alias Gus Dur pun Ahmadiyah tidak menjadi persoalan yang berarti di masyarakat dan Khilafah Ahmadiyah ke-4 di tahun 2000 Hz Mirza Tahir Ahmad ra sempat berkunjung ke Indonesia.
( Khalifah Ahmadiyah ke-4 Hz Mirza Tahir Ahmad ra di UGM Yogyakarta tahun 2000 )
Ini lah beberapa catatan dari
penulis. Semoga para peneliti ISAIS di masa mendatang dapat memperbaiki penelitiannya
guna penyempurnaan informasi yang lebih sempurna.
Jakarta, Kamis 13 Juni 2019
Darisman Broto
Penulis
Aktifis Ahmadiyah Jakarta
Email : mydarisman@gmail.com
HP/WA :
08129307398
Nutrilite
Salmon Omega 3 Complex
Mengandung
Vitamin E 20,1 mg dan Salmon Oil yang mengandung Asam Lemak Omega 3 Esensial
(180 mg EPA (Eicosapentaenoic Acid) dan 120 mg DHA (Docosahexaenoic Acid))
untuk membantu memelihara kesehatan. POM SI 044 512 011. Isi 90 Capsule @1,569 g
Sayangi Jantung dan jaga stamina kesehatan Anda. Pesanan SMS/WA : 08129307398
7 Manfaat Omega-3 : https://www.idntimes.com/health/fitness/ribka-eleazar/manfaat-omega-3-untuk-tubuh-kita-yang-telah-dibuktikan-dengan-sains
7 Manfaat Omega-3 : https://www.idntimes.com/health/fitness/ribka-eleazar/manfaat-omega-3-untuk-tubuh-kita-yang-telah-dibuktikan-dengan-sains
Hati saya semakin sejuk dan kian semangat baca tulisn Mas Darisman. Maturnuwun nggih, ya Mas. Jazā Kumul-Lāhu aḥsanal-Jazā'. Āmīn ❕✨🤲🏻
BalasHapus